Dilema
Nuklir Indonesia
Kebutuhan
energi tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan global baik ekonomi dan
politik. Energi merupakan komponen
penting bagi setiap negara dengan semakin berkembangnya perindustrian disetiap
negara kebutuhan akan energi juga semakin besar. Dunia menggantungkan hidup
pada eksplorasi energi yang bersumber dari fosil baik batu bara maupun minyak
bumi dalam menjalankan roda perindustrian. Semakin hari jumlah cadangan minyak
semakin berkurang sehingga beberapa negara memanfaatkan teknologi nuklir
sebagai pemenuhan kebutuhan energi dalam negerinya. Meskipun beberapa negara
menentang tentang pembangunan reaktor nuklir tidak terkecuali ondonesia.
Di
Indonesai sendiri pada tahun 2018 diperkirakan akan mengalami krisis listrik
yang mengkhawtirkan. Sampai tahun 2016, di beberapa wilayah di Indonesia mengalami
kekurangan pasokan listrik seperti di Kalimantan yang kerap mengalami pedaman
4-5 jam dalam sehari. Untuk itu, salah satu alternatif yang ditawarkan kepada
pemerintah adalah pemanfaatan teknologi nuklir. Teknologi nuklir sendiri di
Indonesia bukanlah hal baru. Akan tetapi untuk pemanfaatan sebagai pembangkit
listrik belum diterapkan. Saat ini di Indonesia sendiri hanya sebatas
pemanfaatan untuk tujuan penelitian ( dikelola oleh BATAN).
Program
Nuklir Indonesia merupakan program Indonesia untuk membangun dan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir baik di bidang non-energi maupun di
bidang energi untuk tujuan damai. Pemanfaatan non-energi di Indonesia sudah
berkembang cukup maju. Sedangkan dalam bidang energi (pembangkitan listrik),
hingga tahun 2011 Indonesia masih berupaya mendapatkan dukungan publik,
walaupun sudah dianggap kalangan internasional bahwa Indonesia sudah cukup
mampu dan sudah saatnya menggunakannya
Sampai
saat ini pembangunan PLTN hanya sebatas rencana, padahal sesungguhnya
pembangunan PLTN itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang
semakin meningkat. Sedangkan pemanfaatan energi terbarukan yang lain seperti
angin, sinar matahari, air, panas bumi dan energi yang yang tidak begitu
optimum. Konsumsi energi Indonesia yang besar dengan jumlah penduduk 237 juta
menjadikan Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar pula. Apalagi dengan
semakin sedikitnya cadangan energi fosil yang ada menjadikan alasan adanya
rencana pembangunan PLTN di Indonesia.
Kenapa
kita harus memilih nuklir? Nuklir tidak mencemarkan udara. PLTN tidak
menghsilkan karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida. Tidak seperti
batu bara, gas, dan minyak bumi yang menghasilkan produk sisa. Menghasilkan
bahan-bahan sisa padat lebih sedikit. Namun pada kenyataanya nuklir tidaklah
mudah diterima di negeri ini. Rencana Nuklir di Indonesia banyak dikritik oleh
Greenpeace dan grup individual lainnya. Hal yang menjadi faktor utama penolakan
terhadap nuklir adalah ledakan yang menghasilkan radiasi nuklir. Radiasi ini
merusak sel-sel tubuh manusia, memang tidak terlihat pada orangnya langsung,
tapi sangat berpengaruh pada keturunannya. Contoh kecelakaan pada PLTN adalah
kecelakaan PLTN Fukushima dan Chernobyl.
Sebenarnya
setiap teknologi tidak 100% yang aman, semua mempunyai resikonya masing-masing.
Kita sebagai pengguna teknologi harus bijak menggunakan teknologi sehingga
dapat meminimalisir dampak negatif tersebut. Jadi menolak PLTN dengan alasan
PLTN beresiko bukanlah sesuatu yang tepat, karena resiko merupakan sebuah
sunatullah yang terus ada selama manusia hidup. Karena itulah diperlukan
manajemen resiko sehingga resiko yang ada bisa diminimalisir dan dapat
dihindarkan. Setiap pembangunan Instalasi Nuklir dalam hal ini PLTN tentu harus
melalui proses yang ketat dari IAEA, mulai dari konstruksi, sampai pengelolaan
limbah harus ada jaminan mutu dari IAEA.
Melihat
berbagai masalah akan kebutuhan energi, Indonesia sepatutnya harus segera
mengambil langkah cepat untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut. Jadi,
dimanakah Posisi Indonesia saat ini? Mendukung atau menolak Teknologi Nuklir?